TUGAS II
Nama : Novi Budi Kusumaningrum
Kelas : 4EB07
NPM : 25211221
Kepercayaan Publik
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa
audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi
auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun
disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap
dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya
dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen
perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki
oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai
kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka
sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk
menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
Tanggung
Jawab Auditor Kepada Publik
Auditor harus
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan AUDIT
dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan
memadai mengenai apakah laporan keuanganbebas dari salah saji material,
baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Tanggung
Jawab Dasar Auditor
Sebelum auditor
bertanggung jawab kepada public, maka seorang auditor memiliki tanggung jawab
dasar yaitu :
1. Perencanaan,
Pengendalian, dan Pencatatan
Auditor
perlu merencanakan, mengendalikan, dan mencatat pekerjaannya.
2. Sistem
Akuntansi
Auditor
harus dapat mengetahui dengan pasti bagaimana sistem pencatatan dan pemrosesan
transaksi dan memiliki kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3. Bukti AUDIT
Auditor
akan memperoleh bukti AUDIT yang
relevan dan reliable untuk dapat memberikan kesimpulan rasional.
4. Pengendalian Intern
Apabila
auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan kepada pengendalian internal,
maka hendaknya harus dapat memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan
melakukan compliance test.
5. Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor
dapat melaksanakan tinjauan ulang mengenai laporan keuangan yang
relevan dengan seperlunya, dlam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil
berdasrkan bahan bukti AUDIT lain yang didapatkan dan untuk member
dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Independensi
Auditor
Carey dalam Mautz
(1961:205) mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan
hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.
Independensi meliputi:
Kepercayaan terhadap
diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional.
Merupakan istilah
penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat akuntan
publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mentalyang bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan
publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik
dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu
jasa AUDIT
.
Independensi akuntan
publik mencakup dua aspek, yaitu :
1. Independensi
sikap mental
Independensi
sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan
fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri
akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
2. Independensi
penampilan.
Independensi
penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak
independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan
berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik
(Mautz, 1961:204-205).
Selain
independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa
independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner
independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi
praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk
mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan PROGRAM
, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan
penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensiini mencakup tiga
dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan
independensi pelaporan. Independensi profesi berhubungan dengan kesan
masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Peraturan
Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Penilaian kecukupan
peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa
komponen analisa yaitu;
1.
Ketentuan isi pelaporan emitmen atau
perusahaan publik yang harus disampaikan
kepada publik dan Bapepam;
2.
Ketentuan Bapepam tentang penerapan
internal control pada emitmen atau
perusahaan publik;
perusahaan publik;
4. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar
modal lainnya, Bapepam telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang pelaporan
emitmen. Emitmen dan perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek Indnesia
diwajibkan untuk menyampaikan laporan atau publikasi kepada public dan Bapepam.
Beberapa peraturan Bapepam yang mengatur tentang pelaporan emitmen dan
perusahaan public adalah sebagai berikut:
1. Peraturan
Nomor VIII.G.2/Keputusan ketua Bapepam Nmor: Kep-38/PM/1996 tentang Laporan
Tahunan
Peraturan ini
menyatakan bahwa emitmen atau perusahaan public diwajibkan untuk menyampaikan
apran tahunan. Laporan tahunan emitmen wajib memuat ikhtisar data keuangan
penting, analisis dan pembahasan umum oleh manajemen, laporan keuangan yang
telah diaudit, dan laporan manajemen.
2. Peraturan
Nomor X.K.1/Keputusan Bapepam Nomor: Kep-86/PM/1996tentang:
Keterbukaan Informasi
Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik. Emitmen dan perusahaan public
diwajibkan untuk menyampaikan paling lambat akhir hari kerja kedua setelah
keputusan atau terjadinya suatu peristiwa, informasi atau fakta material yang
diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek atau keputusan investasi pemodal.
II. Etika Dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Etika
dalam akuntansi seringkali disebut sebagai suatu hal yang klasik. Hal tersebut
dikarenakan pengguna informasi akuntansi menggunakan informasi yang penting
serta membuat berbagai keputusan. Profesi dalam akuntansi keuangan memegang
rasa tanggung jawab yang tinggi kepada publik. Tindakan akuntansi yang tidak
benar, tidak hanya akan merusak bisnis, tetapi juga merusak auditor perusahaan
yang tidak mengungkapkan salah saji. Kode etik yang kuat dan tingkat kepatuhan
terhadap etika dapat menyebabkan kepercayaan investor sehingga mengarah kepada
hal yang kepastian dan merupakan hal yang keamananbagi para investor.
Para
akuntan dan auditor dapat menghindari dilema etika dengan memiliki pemahaman
yang baik tentang pengetahuan etika. Hal tersebut memungkinkan mereka dapat
membuat pilihan yang tepat. Mungkin hal itu tidak berdampak baik bagi
perusahaan tetapi dapat menguntungkan masyarakat yang bergantung pada akuntan
atau auditor. Aturan kode etik yang ada menjadi panutan bagi akuntan dan
auditor untuk mempertahankan standar etika dan memenuhi kewajiban mereka
terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang mereka layani. Beberapa bagian
kode yang disoroti adalah integritas dan harus jujur dengan transaksi mereka,
objektivitas dan kebebasan dari konflik kepentingan, kebebasan auditor dalam
penampilan dan kenyataan, penerimaan kewajiban dan pengungkapan kerahasiaan
informasi non luar, kompetensi serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan pekerjaannya.
Etika
dalam akuntansi keuangan dan manajemen merupakan suatu bidang keuangan yang
merupakan sebuah bidang yang luas dan dinamis. Bidang ini berpengaruh langsung
terhadap kehidupan setiap orang dan organisasi. Ada banyak bidang yang dapat di
pelajari, tetapi sejumlah besar peluang karir tersedia di bidang keuangan.
Manajemen keuangan dengan demikian merupakan suatu bidang keuangan yang
menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi untuk menciptakan
dan mempertahankan nilai melalui pengambilan putusan dan manajemen sumber daya
yang tepat.
Akuntansi
keuangan adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan penyiapan laporan
keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor,pemasok, serta
pemerintah. Prinsip utama yang dipakai dalam akuntansi keuangan adalah
persamaan akuntansi di mana aktiva adalah harta yang dimiliki suatu perusahaan
digunakan untuk operasi perusahaan dalam upaya untuk menghasilkan pendapatan.
Sedangkan modal yaitu selisih antara aktiva dikurang hutang. Akuntansi keuangan
berhubungan dengan masalah pencatatan transaksi untuk suatu perusahaan atau
organisasi dan penyusunan berbagai laporan berkala dari hasil pencatatan
tersebut. Laporan ini yang disusun untuk kepentingan umum dan biasanya
digunakan pemilik perusahaan untuk menilai prestasi manajer atau dipakai
manajer sebagai pertanggungjawaban keuangan terhadap para pemegang saham. Hal
penting dari akuntansi keuangan adalah adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
yang merupakan aturan- aturan yang harus digunakan didalam pengukuran dan
penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal. Dengan demikian,
diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi melalui
laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu SAK. SAK
ini mulai diterapkan di Indonesia pada 1994, menggantikan Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia tahun 1984.
Akuntansi
manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan penggunaan informasi
akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan
penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta
pengambilan keputusan. Definisi akuntansi manajemen menurut Chartered
Institute of Management Accountant, yaitu Penyatuan bagian manajemen yang
mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan
strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi
penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar,
pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset.
Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan
pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab kepada publik, melalui pemerintah.
Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu
kewajiban pajak, dan sebagai attestor, suatu kewajiban pajak adalah suatu
pernyataan/deklarasi atas sangsi dari kecurangan, dan informasi dari hasil
menyajikan laporan keuangan adalah benar, dan lengkap.
Tanggung
jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Suatu sistem pajak
yang baik dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres,
administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu ketika secara umum
menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung
jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.
Tanggung
jawab praktisi pajak yangg terakhir adalah
pentingnya pervasive(peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan
klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun,
situasi ini sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan
kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa
kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. Praktisi pajak membantu dalam
mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan
kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Praktisi
lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang
fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah
praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping
itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
Etika Akuntan Pajak
Dalam
kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen
ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu
nilai pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang
mana wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b)
suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan,
atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena
tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak
ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on
Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen
Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani
suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam
perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
3. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of
Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam
menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati
jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang
diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu
anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi
tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti
ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas
dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau
peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti
pemeliharaan buku dan arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk
mendukung pengurangan yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu
membuat pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk
memberi kepuasan kepada wajib pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu
anggota perlu mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian
wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan
pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti
itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh
hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan
Estimasi)
Kecuali
jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian
jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously
Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan
dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan
administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak
Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in
Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian
yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu
kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali
wajib pajak.
6. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation(Pengetahuan
Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu
anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar
akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang
diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk
melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota
tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas,
dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika
yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian
untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk
mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu
mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah
suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan
wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini,
anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan
itu tidaklah diulangi.
7. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative
Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika
suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali
jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan
tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement
on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to
Taxpayers(Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu
anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak
yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang
profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota
tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam
berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib
pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke
suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi
yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak
diberikan kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang
baku dalam Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota
tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika
pengembangan yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan
berbagai hal penting, kecuali sedang membantu seorang wajib pajak di
dalam menerapkan prosedur atau rencana yang berhubungan dengan petunjuk
menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan kewajiban ini dengan persetujuan
spesifik.
Kompleksitas Aturan Perpajakan vs
Tuntutan Klien
Pajak
secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bugeter. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2,
disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara
yang utama, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan
sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu
dituntut untuk bertambah dan bertambah.
Pemerintah
harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur
anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari
pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan
perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi
prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax avoidance. Berikut ini
beberapa kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien :
· Pajak
Ganda pada Dividen
Secara
teori Indonesiamenganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak.
Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam
pajak dividen adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya,
sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, laba tersebut merupakan laba
perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika
dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus
dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen.Mereka menggunakan kredit
sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di
korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap
melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
· Sengketa
Pajak
Kalau
terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda.
Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa
SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan
itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas
pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang
dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi. Namun, uang
restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh fiscus.Jika uang
restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan aparat pajak.
Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama.
Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.
Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen
dari klaim hitungan WP sendiri.
· Tarif
Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur.Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu triliun hanya dari sepuluh pembayar pajak.
Tarif
yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang
yang lain lebih sering menghindar dan kucing-kucingan dengan petugas pajak.
Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh
aparat pajak. Prinsip ini membuat mereka kalau bisa selalu baku atur atau main
belakang dengan fiscus.
Sumber :
1. IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia, Prosiding
Kongres VIII IAI, 1998
2. IAI KAP, Aturan Etika Profesi
Akuntan Publik
3. Abdullah,
Syukry dan Abdul Halim. 2002. Pengintegrasian Etika dalam Pendidikan dan Rise
Akuntansi . Kompak, STIE YO.
4. Badjuri
Achmad. Peranan Etika Akuntan Terhadap Pelaksanaan Fraud Audit No 3 vol
9.Desember, 2010.
5. Robiatul
Auliyah. Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme
Perspective Internal Auditor dan Dilema Etika. No 1 Vol 4.
April 2011
6
.Silvia Syahraini . Pemetaan Perilaku Mahasiswa
Ekonomi Ditinjau dari Perspektif Etika Teleologi. 2010