Tugas ke-3 Etika Profesi Akuntansi kali ini membahas tentang " ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI" berikut merupakan sub dan penjelasan mengenai bagian dalam isu etika signifikan dalam dunia bisnis dan profesi :
Benturan Kepentingan ( Conflict
of Interest )
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di
suatu perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis
situasi sebagai berikut.
a. Segala
konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil
di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing ( competitor ).
b. Segala
kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
c. Segala
hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga (family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal
tersebut.
d. Segala
posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh ( control )
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada
hubungan keluarga.
e. Segala
penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu
kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau
produk milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
f. Segala
penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.
g. Segala
penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.
h. Segala
aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public yang merugikan pihak lain.
ETIKA DALAM DUNIA KERJA
Dunia kerja memang
menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh harapan dari dunia
kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun
bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri.
Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya
kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti
aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk
mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang selama ini kerap hilang
dari dunia kerja.Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli
filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser
oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada
lagi dan kegiatan ekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan
cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak
menghormati setiap pribadi.Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang
terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan
diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan
menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian daya
saing. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan
bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.Dalam
pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang
mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang
dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam
cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk
“kejahatan kerah putih”.
Aktivitas Bisnis
Internasional – Masalah Budaya
Seorang
pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu
bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan
konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah
laku dalam mereka melakukan sesuatu. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita
telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang
dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat
bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka
sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma,
mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi kontribusi
yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong
terciptanya prilaku yang tidak etis.
Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas
Sosial, antara lain :
Untuk mengukur dan
mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang
ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu
perusahaan
Untuk mengukur dan
melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup :
financial dan managerial social accounting, social auditing.
Untuk menginternalisir
biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih
relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Salah satu alasan utama
kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran
kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
1.
Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor
penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi
dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan
kontribusi dan kerugian secara spesifik
2.
Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya
dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi
3.
Menempatkan nilai moneter pada jumlah
akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis Dunia bisnis hidup
ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh
bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang
memperhatikan lingkungan.
Banyak timbul perbedaan pendapat mengenai bahwa tanggungjawab bisnis hanya terbatas sampai menghasilakan barang dan jasa buat konsumen dengan harga yang murah, atau juga ada yang mengatakan tanggungjawab bisnis adalah jangan mengambil keuntungan besar, tetapi yang sewajarnya.
Banyak timbul perbedaan pendapat mengenai bahwa tanggungjawab bisnis hanya terbatas sampai menghasilakan barang dan jasa buat konsumen dengan harga yang murah, atau juga ada yang mengatakan tanggungjawab bisnis adalah jangan mengambil keuntungan besar, tetapi yang sewajarnya.
Dalam dunia bisnis juga semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak jujur dari sesamanya, banyak praktik manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral tinggi. Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri, karena masalahnya nilai etika hanya ada di dalam hati nurani seseorang.
Manajemen Krisis
Krisis
merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk
berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan
organisasi, karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis
merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan
mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang
diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik . Organisasi yang memikirkan
dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk
mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana
organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh
dukungan publik. Sebab, krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan
antara organisasi dengan publiknya. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa
penyebab krisis adalah.
· Sebab
umum : 1.
gangguan kesejahtraan dan rasa aman.
2.
tanggung jawab sosial diabaikan.
· Sebab
khusus : 1. kesalahan
pengelola yang mengganggu lapisan bawah.
2.
penurunan profit yang tajam.
3.
penyelewengan.
4.
perubahan permintaan pasar.
5. kegagalan
atau penarikan produk.
6.
regulasi dan deregulasi.
7.
kecelakaan atau bencana alam.
Suatu
krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat
level perkembangan, yakni :
1. Masa
pre-krisis
Suatu
krisis yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada
krisis yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa
pre-krisis.Seringkali tanda-tanda ini oleh karyawan yang bertugas sudah
disampaikan kepada pejabat yang berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang
tidak ditanggapi. Oleh karena sipelapor merasa laporannya tidak ditanggapi dia
ikut diam saja. Bila keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih
diam daripada laporan dia tidak ditanggapi. Kasus terjadinya kebocoran gas
racun pabrik Union Carbide di Bhopal, India (terkenal dengan nama tragedy
Bhopal) yang merenggut lebih dari 2000 jiwa, telah diantisipasi oleh petugas.
Kebocoran yang terjadi di pabrik Union Carbide di tempat lain tidak diteruskan
ke pabrik di Bhopal. Laporan yang tidak disampaikan itu menyebabkan terjadinya
malapetaka tersebut.Cukup sering terjadi, malapetaka yang besar sudah deketahui
gejalanya oleh orang yang berwenang, tetapi didiamkan saja tanpa diambil
tindakan. Kalau sekiranya tindakan koreksi segera diambil maka kejadian yang
akibatnya fatal tersebut dapat dihindarkan. Mengatasi krisis yang paling baik
adalah disaat pre-krisis ini terjadi. Seringkali suatu krisis sudah
diantisipasi bakal terjadi, namun tidak ada cara untuk menghindarinya. Misalnya
kasus kapal di laut yang akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan keluar
kecuali menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi
terjadinya, sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya
mengarahkan kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita dapat menarik
pelajaran bahwa menghadapi krisis yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu,
kita akan lebih siap.
2. Masa
Krisis Akut (Acute stage).
Bila
pre-krisis tidak dideteksi dan tidak diambil tindakan yang sesuai maka masa
yang paling ditakuti akan terjadi. Kasus biskuit beracun setelah korban
berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat sorotan media massa sebagai suatu
berita yang hangat dan masuk halaman pertama. Keadaan yang demikian akan
menimbulkan suasana yang paling kritis bagi perusahaan, khususnya bagi
perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi tersebut berkembang dengan
cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut. Setelah itu berkembang masalah
baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak makanan lain yang ikut
tercemar. Beberapa
bahan makanan yang dilaporkan tercemar racun adalah minyak goreng, bakso,
bakmi, rokok, dan beberapa jenis jajanan pasar. Memang isu keracunan ini akan
merembet ke makanan yang sejenis Hal ini disebut dengan proses generalisasi.
Fenomena generalisasi ini juga terjadi pada pabrik yang mempunyai cabang di
tempat lain, atau pabrik yang memproduksi barang yang hampir sama.
3. Masa
kronis krisis.
Masa
ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis akut. Masa ini adalah masa recovery,
masa mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang
gagal total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa
kebangkrutan perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini
adalah masa yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada
jenis krisis. Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap
perusahaan.
4. Masa kesembuhan dari
krisis.
Masa
ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase
ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan
lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
SUMBER :
Robiatul Auliyah. Sociological Perspective
on Auditing: Postmodernisme Perspective Internal Auditor dan Dilema Etika. No
1 Vol 4. April 2011
.Silvia Syahraini . Pemetaan Perilaku Mahasiswa
Ekonomi Ditinjau dari Perspektif Etika Teleologi. 2010