Rabu, 06 Maret 2013

Bagaimana Membenahi Hukum Ekonomi di Indonesia


Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia. Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam kontek penegakkan hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai. 
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai mengadili suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah menjadi urat nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam pelaksanaannya. 
Kebenaran formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata. Namun, tujuan ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai dengan kata lain proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik penting dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut. Namun, pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat-surat tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak melihat bagaimana proses tersebut terjadi. 
Persoalan diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum. 
Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum.
Ada berbagai macam cara untuk mengatasi masalah penegakan hukum diIndonesiayaitu : 
1.            Didalam rangka penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan agar lebih memperhatikan rasa keadilan pada masyarakat dan kepentingan nasional sehingga mendorong adanya kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhinya. 
2.            Penegak hukum seharusnya berjalan tidak semata melihat fakta, tapi menimbang serta melihat latar belakang peristiwa, alasan terjadinya kejadian, unsur kemanusiaan dan juga menimbang rasa keadilan dalam memberikan keputusan. Hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materil yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materil untuk mewujudkan keadilan materiil. Dengan ini diharapkan tidak ada keputusan yang kontroversial dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. 
3.            Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam bentuknya yang pa¬ling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
4.            Hakim sebagai pemberi putusan seharusnya tidak menjadi corong undang-undang yang hanya mengikuti peraturan perundang-undangan semata tanpa memperdulikan rasa keadilan. Tapi hakim seharusnya mengikuti perundang-undangan dengan mementingkan rasa keadilan yang seadil-adilnya. Sehingga keputusannya dapat memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya. 
5.            Komisi Yudisial sebagai komisi yang dibentuk untuk mengawasi perilaku haki seharusnya memberi peringatan dan sanksi yang tegas kepada hakim yang memberikan putusan yang kontroversial dan tidak memenuhi rasa keadilan, juga yang melanggar kode etik. Hal ini dikarenakan tahun ini saja ada 968 putusan yang dilaporkan pada Komisi Yudisial dan sekitar 69 persen dilaporkan masyarakt karena diduga tidak memberikan rasa keadilan. 
6.            Meningkatkan pembinaan integritas, kemampuan atau ketrampilan dan ketertiban serta kesadaran hukum dari pelaksana penegak hukum tentang tugas dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan tugasnya penegak hukum benar-benar melaksanakan asas persamaan hak di dalam hukum bagi setiap anggota masyarakat. 
7.            Mencukupi kebutuhan personal, sarana dan prasarana untuk pelaksanaan penegakan hukum. Meningkatkan kesejahteraan penegak hukum. Sehingga tidak ada hakim yang terlibat kasus korupsi. 
8.            Memberikan pendidikan dan penyuluhan hukum baik formal maupun informal secara berkesinambungan kepada masyarakat tentang pentingnya penegakan hukum diIndonesiasehingga masyarakat sadar hukum dan menaati peraturan yang berlaku. 
9.            Menyediakan bantuan hukum bagi si miskin dan buta hukum. Melaksanakan asas proses yang tepat, cepat dan biaya ringan di semua tingkat peradilan. 
10.         Pemberian sanksi yang tegas kepada aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugas dengan semestinya. 
11.         Harus ada reformasi institusional didalam tubuh lembaga penegak hukum. Bukan hanya reformasi didalam tubuh Polri dan KejaksaanRItapi juga pada lembaga penegak hukum lain Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan korban ( LPSK ). Hal ini dikarenakan carut – marutnya hukum yang ada di Indonesiajuga disebabkan karena adanya oknum – oknum yang tidak bertanggungjawab didalam tubuh lembaga penegak hukum. Kejaksaan sudah mencanangkan adanya pembaruan didalam tubuh Kejaksaan yakni terkait tentang perekrutan jaksa, kode perilaku, standar minimum profesi, dan pengawasan sanksi disiplin. Selain itu saat Kejaksaan juga merencanakan pemangkasan tiga ribu jabatan jaksa, pengektifan peran pengawasan dan pembinaan, bidang intelejen ditugasi mencegah perbuatan tercela jaksa, pemberian reward and punishment. Kepolisian juga telah merencakan meminta setiap jajaran merancang target dalam waktu tertentu, mengadakan kontrak kerja dan pakta integritas, mengevaluasi secara rutin kinerja jajaran, transparansi sistem rekrutmen anggota polisi dan proses pelayanan administarasi. 
12.         Adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi yang memberikan terobosan – terobosan dalam penegakan hukum diIndonesia. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk memberikan terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum diIndonesia. 
13.         Perlunya Kapolri dan Jaksa Agung yang berwibawa, yang mempunyai kredibilitas tinggi.
Sumber :
·                     http://justiceinmanyrooms.wordpress.com/2012/02/10/mengatasi-masalah-penegakan-hukum-di-indonesia/
·                     http://anggara.org/2007/01/23/carut-marut-dunia-hukum-di-indonesia/

Wajah Hukum Ekonomi di Indonesia


Pengertian dari hukum ekonomi saja sebenarnya masih dipertanyakan dan rancu.
Hal ini diperdebatkan oleh para pakar hukum ekonomi dan ilmu ekonomi.
Dalam hal ini kajian hukum ekonomi yang relatif baru berusaha menjawab kerancuan tersebut sehingga dapat mencapai suatu ekosistem yang benar dalam kajian yang benar pula.
Hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ), yaitu hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial.
1. Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2. Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan ( hak asasi manusia ) manusia Indonesia.
Pengertian Hukum Ekonomi menurut para ahlinya atau pakarnya :
1. Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2. Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
3. Menurut Wiryono Kusumo
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.



4. E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman sebagai penguasa-penguasa dalam melakukan tugasnya.
5. Immanuel Kant
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang ya  satu dapat menyesuaikan diri kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
6.  Rochmat Soemitro
Hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang saling berhadapan.

7. Sunaryanti hartono
Hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah0kaidah dan putusan-putusan hukum secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia.

Atas dasar pengertian hukum ekonomi menurut  Rochmat Soemitro dan Sunaryanti Hartono , hukum ekonomi menjadi tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945 .
Sementara itu, hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
1. asas kaidah dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
2. asas manfaat,
3. asas demokrasi pancasila,
4. asas adil dan merata,
5. asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,
6. asas hukum,
7. asas kemandirian,
8. asas keuangan,
9. asas ilmu pengetahuan,
10. asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.
11. asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
12. asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

Fungsi hukum sendiri mempunyai fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.
Sedangkan Fungsi Hukum adalah mengikuti dan mengabsahkan (justifikasi) perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, artinya hukum sebagai sarana pengendali sosial.
Fungsi Hukum yang kedua adalah sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Paham ini dipelopori oleh ahli hukum dari Inggris, Jeremy Bentham (1748-1852).
Contoh Permasalahan Hukum Ekonomi dalam bentuk Syariah :
Tiga masalah Fundamental Praktik Hukum ekonomi Syariah
Permasalahan praktik ekonomi syariah di Indonesia, khususnya berkenaan dengan sisi hukumnya, dibedah dalam Dialog Stakeholder Ekonomi Syariah, di Ruang Pertemuan Ditjen Badilag, lantai enam Gedung Sekretariat Mahkamah Agung, Jumat (28/1/2011).
Dalam dialog yang diprakrarsai Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah (HISSI) itu, tiga masalah fundemantal dalam praktik ekonomi syariah mulai terpetakan.

Selaku pemandu dialog, Hakim Agung Prof Abdul Ghani Abdullah menyatakan, masalah pertama ialah formulasi akad. Di lapangan, bank dan lembaga keuangan syariah belum memiliki format akad yang baku.

Dalam praktiknya, banyak bank syariah yang tidak konsisten menerapkan perikatan syariah. “Yang paling sering terjadi, awalnya akad murabahah, lalu berubah menjadi akad biasa, baik jual beli maupun hutang,” kata Prof Ghani.

Menurut Prof Ghani, biasanya pihak bank tidak mau peduli pada persoalan mendasar ini. Di sisi lain, masyarakat selaku nasabah juga tidak tahu-menahu atau tidak mau ambil pusing. Padahal, dari sisi hukum, hal ini memiliki konsekwensi yang serius.
“Jadi, realitas yuridis, akad muamalah tapi realitas empiris, bukan muamalah,” Prof Ghani menerangkan.
Permasalahan kedua ialah masih belum ada kejelasan mengenai pembuatan akad syariah: apakah harus notariil ataukah hanya seperti perjanjian dalam asuransi antara penanggung dan tertanggung.
“Perlu ada standarisasi formula akad, sehingga secara notariil dapat terumuskan dengan baik,” tandas Prof Ghani. Selain itu, notaris yang dilibatkan dalam penandatanganan akad itu haruslah notaris yang memahami akad-akad syariah.
Masalah ketiga ialah mengenai penyelesaian sengketa. Saat ini terdapat banyak pilihan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Secara garis besar, pilihan itu terpilah menjadi dua, yaitu jalur non-litigasi dan jalur litigasi.
Jalur non-litigasi tidak hanya Badan Arbitrase Syariah (Basyarnas), tapi juga dapat melalui alternatif lain di luar pengadilan. Sedangkan jalur litigasi dapat ditempuh melalui peradilan agama dan peradilan umum.
Dalam klausul penyelesaian sengketa, kenyataannya pihak bank lebih cenderung menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa maka tidak diselesaikan di pengadilan agama.
“Yang harus dimengerti, pengadilan agama tidak cari-cari perkara ekonomi syariah, tapi diberi kewenangan oleh Undang-Undang,” kata Prof Ghani. Undang-Undang tersebut ialah UU 3/2006 dan UU 50/2009.

sumber : http://vegadadu.blogspot.com/2011/05/hukum-ekonomi.html
http://lovelycimutz.wordpress.com/2011/04/17/definisi-tujuan-dan-aspek-lain-dari-hukum-ekonomi/
http://www.pustakasekolah.com/fungsi-dan-tujuan-hukum.html
http://ps2h.fsh-uinjkt.net/index.php?option=com_content&view=article&id=51:tiga-masalah-fundamental-praktik-hukum-ekonomi-syariah&catid=1:latest-news&Itemid=50