Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama
menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena
persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya
diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan.
Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam
sistem pendidikan hukum di Indonesia. Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang
serius dalam kontek penegakkan hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk
dari sekolah-sekolah hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu
menangkap inti dari semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi
formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak
tercapai.
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum
atau ahli-ahli hukum mempunyai pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil,
kebenaran yang dicapai berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin
dicapai dalam sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal
memahami bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat
dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun
pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai
mengadili suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang
sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah
menjadi urat nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh
kelompok masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal
dalam pelaksanaannya.
Kebenaran formil, kebenaran yang
berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran yang ingin dicapai dalam proses
persidangan perdata. Namun, tujuan ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan
dari suatu perjanjian, tetapi juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut
dicapai dengan kata lain proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik
penting dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut.
Namun, pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat-surat
tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak melihat bagaimana
proses tersebut terjadi.
Persoalan diatas makin kompleks, ketika
aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan
untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum.
Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan
rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin
advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa
aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan
melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup
setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku
mahasiswa sebuah fakultas hukum.
Persoalannya adalah bagaimana mengatasi
ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di
Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan
organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode
perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap
setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui
putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya
kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum.
Ada berbagai macam cara untuk mengatasi
masalah penegakan hukum diIndonesiayaitu :
1.
Didalam rangka penyusunan dan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan agar lebih memperhatikan rasa
keadilan pada masyarakat dan kepentingan nasional sehingga mendorong adanya
kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhinya.
2.
Penegak hukum seharusnya berjalan tidak
semata melihat fakta, tapi menimbang serta melihat latar belakang peristiwa,
alasan terjadinya kejadian, unsur kemanusiaan dan juga menimbang rasa keadilan
dalam memberikan keputusan. Hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran
materil yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam
peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang
seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materil untuk mewujudkan keadilan
materiil. Dengan ini diharapkan tidak ada keputusan yang kontroversial dan
memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
3.
Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam
bentuknya yang pa¬ling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa
keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan
hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya berdasarkan konteks
hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang kontoversial
dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
4.
Hakim sebagai pemberi putusan seharusnya
tidak menjadi corong undang-undang yang hanya mengikuti peraturan
perundang-undangan semata tanpa memperdulikan rasa keadilan. Tapi hakim
seharusnya mengikuti perundang-undangan dengan mementingkan rasa keadilan yang
seadil-adilnya. Sehingga keputusannya dapat memenuhi rasa keadilan yang
sebenarnya.
5.
Komisi Yudisial sebagai komisi yang
dibentuk untuk mengawasi perilaku haki seharusnya memberi peringatan dan sanksi
yang tegas kepada hakim yang memberikan putusan yang kontroversial dan tidak
memenuhi rasa keadilan, juga yang melanggar kode etik. Hal ini dikarenakan
tahun ini saja ada 968 putusan yang dilaporkan pada Komisi Yudisial dan sekitar
69 persen dilaporkan masyarakt karena diduga tidak memberikan rasa
keadilan.
6.
Meningkatkan pembinaan integritas,
kemampuan atau ketrampilan dan ketertiban serta kesadaran hukum dari pelaksana
penegak hukum tentang tugas dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan tugasnya
penegak hukum benar-benar melaksanakan asas persamaan hak di dalam hukum bagi
setiap anggota masyarakat.
7.
Mencukupi kebutuhan personal, sarana dan
prasarana untuk pelaksanaan penegakan hukum. Meningkatkan kesejahteraan penegak
hukum. Sehingga tidak ada hakim yang terlibat kasus korupsi.
8.
Memberikan pendidikan dan penyuluhan
hukum baik formal maupun informal secara berkesinambungan kepada masyarakat
tentang pentingnya penegakan hukum diIndonesiasehingga masyarakat sadar hukum
dan menaati peraturan yang berlaku.
9.
Menyediakan bantuan hukum bagi si miskin
dan buta hukum. Melaksanakan asas proses yang tepat, cepat dan biaya ringan di
semua tingkat peradilan.
10.
Pemberian sanksi yang tegas kepada
aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugas dengan semestinya.
11.
Harus ada reformasi institusional
didalam tubuh lembaga penegak hukum. Bukan hanya reformasi didalam tubuh Polri
dan KejaksaanRItapi juga pada lembaga penegak hukum lain Komisi Pemberantasan
Korupsi ( KPK ) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan korban ( LPSK ). Hal ini
dikarenakan carut – marutnya hukum yang ada di Indonesiajuga disebabkan karena
adanya oknum – oknum yang tidak bertanggungjawab didalam tubuh lembaga penegak
hukum. Kejaksaan sudah mencanangkan adanya pembaruan didalam tubuh Kejaksaan
yakni terkait tentang perekrutan jaksa, kode perilaku, standar minimum profesi,
dan pengawasan sanksi disiplin. Selain itu saat Kejaksaan juga merencanakan
pemangkasan tiga ribu jabatan jaksa, pengektifan peran pengawasan dan
pembinaan, bidang intelejen ditugasi mencegah perbuatan tercela jaksa,
pemberian reward and punishment. Kepolisian juga telah merencakan meminta
setiap jajaran merancang target dalam waktu tertentu, mengadakan kontrak kerja
dan pakta integritas, mengevaluasi secara rutin kinerja jajaran, transparansi
sistem rekrutmen anggota polisi dan proses pelayanan administarasi.
12.
Adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim
berprestasi yang memberikan terobosan – terobosan dalam penegakan hukum
diIndonesia. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim
berlomba untuk memberikan terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum
diIndonesia.
13.
Perlunya Kapolri dan Jaksa Agung yang
berwibawa, yang mempunyai kredibilitas tinggi.
Sumber :
·
http://justiceinmanyrooms.wordpress.com/2012/02/10/mengatasi-masalah-penegakan-hukum-di-indonesia/
·
http://anggara.org/2007/01/23/carut-marut-dunia-hukum-di-indonesia/